Jumat, 11 Juli 2014


Gema penegakkan kembali syariah dan khilafah bagi kaum Muslimin di seluruh dunia, kian hari kian terasa. Berbagai negara di belahan dunia terutama para aktivis Hizbut Tahrir, kian gencar menggalang aksi dan opini bagi perjuangan tersebut.
Tidak ketinggalan DPP II HTI wilayah Majalengka dengan ratusan kader dakwah yg dengan penuh semangat menyambut Ramadhan 1453 H dengan melakukan konvoi Ar Rayah (Bendera Hitam bertuliskan kalimat tauhid berwarna putih) yg mengelilingi wilayah kota Majalengka disertai aksi orasi, takbir, hingga pembagian jadwal puasa kepada warga yg terlintasi di sepanjang jalur aksi.

Berikut ini beberapa foto kegiatan tersebut.. cekidot!! 

 
 Allahuakbar.... para pemuda yg rindu syariah dan khilafah tegak kembali

Fose dulu deh sebelum berangkat, Allahuakbar..!!



Adik kecil ini semangat sekali, gimana gedenya ya?

 Remaja para penerus dakwah... keren..

Para ibu dan calon ibu pejuang pun tdk mau ketinggalan..

Walau sudah tdk muda, tapi semangatnya gak kalah sama anak muda ya Pak?

Dari mulai remaja hingga orang tua terlibat dalam kegiatan mulia tersebut. Mereka dgn antusias mengangkat panji Rasulullah Saw, panji sejati kaum Muslimin, tanpa mengharap apapun kecuali keridhoan Allah bahwa perjuangan dan dakwah ini akan terus berlangsung, takkan pernah surut, dan tidak akan pernah padam.
Allahuakbar...Allahuakbar.. !!



Senin, 16 Juni 2014

Youth Islamic Camping 2014

Alhamdulillah....Allahuakbar !!
Kegiatan Youth Islamic Camping 2014 telah selesai dilaksanakan dengan lancar dan sukses..


Suasana kedatangan di lokasi perkemahan (Fose dulu ah..)



Rabu, 14 Mei 2014

Umar bin Khattab RA (Bagian 4)

Kisah Wafatnya Umar bin Khattab

Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium). Saat itu ada dua negara adi daya yaitu Persia dan Romawi. Namun keduanya telah ditaklukkan oleh kekhalifahan Islam dibawah pimpinan Umar.
Sejarah mencatat banyak pertempuran besar yang menjadi awal penaklukan ini. Pada pertempuran Yarmuk, yang terjadi di dekat Damaskus pada tahun 636, 20 ribu pasukan Islam mengalahkan pasukan Romawi yang mencapai 70 ribu dan mengakhiri kekuasaan Romawi di Asia Kecil bagian selatan. Pasukan Islam lainnya dalam jumlah kecil mendapatkan kemenangan atas pasukan Persia dalam jumlah yang lebih besar pada pertempuran Qadisiyyah (th 636), di dekat sungai Eufrat. Pada pertempuran itu, jenderal pasukan Islam yakni Sa`ad bin Abi Waqqas mengalahkan pasukan Sassanid dan berhasil membunuh jenderal Persia yang terkenal, Rustam Farrukhzad.

Pada tahun 637, setelah pengepungan yang lama terhadap Yerusalem, pasukan Islam akhirnya mengambil alih kota tersebut. Umar diberikan kunci untuk memasuki kota oleh pendeta Sophronius dan diundang untuk salat di dalam gereja (Church of the Holy Sepulchre). Umar memilih untuk salat ditempat lain agar tidak membahayakan gereja tersebut. 55 tahun kemudian, Masjid Umar didirikan ditempat ia salat.
Umar melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari dekat kebijakan publik, termasuk membangun sistem administrasi untuk daerah yang baru ditaklukkan. Ia juga memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Tahun 638, ia memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Ia juga memulai proses kodifikasi hukum Islam.
Umar dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi gaya hidup dan penampilan para penguasa di zaman itu, ia tetap hidup sangat sederhana.
Umar bin Khattab dibunuh oleh Abu Lulu'ah (Fairuz), seorang budak yang fanatik pada saat ia akan memimpin salat Subuh. Fairuz adalah orang Persia yang masuk Islam setelah Persia ditaklukkan Umar. Pembunuhan ini konon dilatarbelakangi dendam pribadi Abu Lukluk (Fairuz) terhadap Umar. Fairuz merasa sakit hati atas kekalahan Persia, yang saat itu merupakan negara adidaya, oleh Umar. Peristiwa ini terjadi pada hari Rabu, 25 Dzulhijjah 23 H/644 M. Setelah wafat, jabatan khalifah dipegang oleh Usman bin Affan.
Sebelum matahari terbit hari Rabu itu tanggal empat Zulhijah tahun ke-23 Hijri Umar keluar dari rumahnya hendak mengimami salat subuh. Ia menunjuk beberapa orang di Masjid agar mengatur saf sebelum salat. Kalau barisan mereka sudah rata dan teratur, ia datang dan melihat saf pertama. Kalau ada orang yang berdiri lebih maju atau mundur, diaturnya dengan tongkatnya. Kalau semua sudah teratur di tempat masing-masing, mulai ia bertakbir untuk salat. Saat itu dan hari itu tanda-tanda fajar sudah mulai tampak. Baru saja ia mulai niat salat hendak bertakbir tiba-tiba muncul seorang laki-laki di depannya berhadap-hadapan dan menikamnya dengan khanjar tiga atau enam kali, yang sekali mengenai bawah pusar. Umar merasakan panasnya senjata itu dalam dirinya, ia menoleh kepada jemaah yang lain dan membentangkan tangannya seraya berkata: ”Kejarlah orang itu; dia telah membunuhku!” Dan orang itu adalah Abu Lu’lu’ah Fairuz, budak al-Mugirah. Dia orang Persia yang tertawan di Nahawand, yang kemudian menjadi milik al-Mugirah bin Syu’bah. Kedatangannya ke Masjid itu sengaja hendak membunuh Umar di pagi buta itu. Ia bersembunyi di bawah pakaiannya dengan menggenggam bagian tengahnya khanjar bermata dua yang tajam. Ia bersembunyi di salah satu sudut Masjid. Begitu salat dimulai ia langsung bertindak. Sesudah itu ia menyeruak lari hendak menyelamatkan diri. Orang gempar dan kacau, gelisah mendengar itu. Orang banyak datang hendak menangkap dan menghajar orang itu. Tetapi Fairuz tidak memberi kesempatan menangkapnya. Malah ia menikam ke kanan kiri hingga ada dua belas orang yang kena tikam, enam orang meninggal kata satu sumber dan menurut sumber yang lain sembilan orang. Dalam pada itu datang seorang dari belakang dan menyelubungkan bajunya kepada orang itu sambil menghempaskannya ke lantai. Yakin dirinya pasti akan dibunuh, Fairuz bunuh diri dengan khanjar yang digunakan menikam Amirul mukminin.
Tikaman yang mengenai bawah pusarnya itu telah memutuskan lapisan kulit bagian dalam dan usus lambung yang dapat mematikan. Konon Umar tak dapat berdiri karena rasa perihnya tikaman itu, dan terhempas jatuh. Abdur-Rahman bin Auf segera maju menggantikannya mengimami salat. Ia meneruskan salat itu dengan membaca dua surah terpendek dalam Quran: al-Asr dan al-Kausar. Ada juga dikatakan bahwa orang jadi kacau-balau setelah Umar tertikam dan beberapa orang lagi di sekitarnya. Mereka makin gelisah setelah melihat Umar diusung ke rumahnya di dekat Masjid. Orang ramai tetap kacau dan hiruk-pikuk sehingga ada yang berseru: Salat! Matahari sudah terbit! Mereka mendorong Abdur-Rahman bin Auf dan dia maju salat dengan dua surah terpendek tersebut.
Sumber kedua ini sudah tentu lebih dapat diterima. Dalam suasana kacau begitu barisan orang untuk salat kembali sudah tidak akan teratur lagi, sementara Amirulmukminin tergeletak bercucuran darah di depan mereka, dan darah orang-orang yang juga terkena tikam bergelimang di sekitar mereka, dan si pembunuh juga sedang sekarat di tengah-tengah mereka! Andaikata – dengan penderitaan akibat beberapa kali tikaman itu – kita dapat membayangkan Umar sedang berpikir untuk meminta Abdur-Rahman bin Auf menggantikannya salat – suatu hal yang jauh dapat dibayangkan akal – tidaklah kita dapat membayangkan saat itu orang dapat mengatur barisan sementara mereka dalam suasana kegamangan dan ketakutan. Tentunya ketika itu Umar sudah diusung ke rumahnya di dekat Masjid dalam keadaan sadar atau pingsan karena dahsyatnya tikaman itu dan orang-orang mengelilinginya ketika dibawa masuk kepada keluarganya. Orang-orang yang terkena tikam dan dibawa keluar dari Masjid atau dipindahkan ke sekitarnya itu, sudah diberi pertolongan. Mayat Fairuz juga dikeluarkan dan dibawa ke Butaiha. Setelah itu orang kembali ke Masjid dan membicarakan kejadian itu sampai kemudian ada orang yang mengingatkan mereka akan waktu salat. Ketika itulah mereka meminta Abdur-Rahman bin Auf untuk mengimami salat.
Umar Menanyakan Siapa yang Membunuhnya
Seiring terbitnya matahari pagi, berita mengerikan tersebut tersebar ke seantero Madinah. Penduduk ingin mengetahui lebih jelas mengenai kejadian yang sangat mengejutkan itu. Bahkan pemuka pemuka dari masing masing kabilah segera berkumpul di halaman rumah umar untuk mengetahui kondisi kesehatanya.
Abdullah ibn Abbas mengungkapkan “Aku masih berada ditempat Umar dan dia belum sadarkan diri hingga mata hari terbit. Setelah siuman, sambil berbaring ia bertanya: “Apakah orang orang sudah shalat?” 
“Sudah", jawab Abdullah ibn Abbas.

Setelah itu ia memerintahkan Abdullah ibn Abbas untuk mencari tahu orang yang telah menusuknya. Aku segera belajar keluar dan menemui para pemuka  kabilah.
“Saudara saudaraku,“ kata Abdullah ibn Abbas, “Amirul mu’munin ingin mengetahui apakah peristiwa ini merupakan konspirasi kalian?”

Para pemuka kabilah yang mendengar pertanyaan tersebut menjadi kecut, dan serentak berkata, “Semoga Allah melindungi kami, kami tidak tahu. Mana mungkin itu akan terjadi. Jika kami tahu, pasti kami bersedia menebusnya dengan nyawa kami atau anak anak kami."
“ Lalu siapa yang menikam amirilmukminin?” Tanya Abdullah bin Abas  lagi.
“Ia ditikam oleh musuh allah, Abu Lu’luah budak Mughirah bin Syu’bah,” jawab mereka.

Abdullah bin Abbas kembali dalam rumah Khalifah Umar dan menyampaikan kabar orang yang telah menikamnya. “ Alhamdulillah, aku tidak dibunuh oleh seorang muslim, tidak mungkin orang arab akan membunuhku,” kata Umar.

Kemudian Umar R.A. menangis. Umar R.A. berkata  "Demi Allah, jika aku dapat meninggalkan dunia ini tanpa ada perkara yang memberatkanku dan tak ada apa-apa untukku, maka aku akan bahagia."

Abdullah ibn Abbas R.A. berkata "Ya Amirul Mukminin, Rasulullah S.AW. meninggalkan dunia ini dan dia merasa bahagia denganmu, tidak ada dua orang Muslim yang berselisih berkenaan dengan kekhalifahanmu, setiap orang bahagia dengan kekhalifahanmu."

Umar R.A. berkata "Aku tahu itu, tapi kekhalifahan ini membuatku khawatir. Wahai Abdullah, dudukkan aku", kemudian mereka mendudukkannya. Kemudian Umar memegang bahu Abdullah dan berkata "Wahai Abdullah, maukah kau bersaksi untukku di hari kiamat?"

Abdullah berkata "Aku akan bersaksi untukmu di hari kiamat."

Kemudian Umar berbaring di pangkuan putranya, Abdullah ibn Umar. Dia berkata kepadanya "Tempatkan pipiku di lantai."

Abdullah ibn Umar R.A. berkata "Kenapa ayah?" sembari mengecup kening Umar, dan menempatkan pipinya di lantai.

Umar berkata "Jika aku ditakdirkan berada di surga, maka bantal surga lebih lembut daripada pahamu, dan jika aku ditakdirkan masuk neraka, maka kau tidak menginginkan seorang penghuni neraka di atas pahamu."
Selain itu, ia juga berpesan kepada anaknya agar menjual benda benda yang dimilikinya untuk melunasi utang utangnya. Sebab ia tidak ingin meninggalkan dunia dengan membawa kewajiban yang belum diselesaikan.

Kemudian Umar R.A. memberitahu anggota keluarganya "Lembut-lembutlah dalam mengkafaniku karena jika Allah menakdirkanku surga, maka Allah akan memberikanku yang lebih baik daripada ini, dan jika Allah menakdirkan neraka untukku, maka Allah akan mencabutku dari semua ini. Berlembutlah dalam menggali kuburku, karena jika Allah menakdirkanku surga, maka dia akan meluaskan kuburku. Dan jika Allah menakdirkan neraka untukku, maka kubur itu akan menghimpitku."

Kemudian dia berkata kepada anaknya, yaitu Abdullah ibn Umar "Ya Abdullah, pergilah dan tanyakan kepada Aisyah R.A., apakah dia membolehkanku untuk dikubur disamping Rasulullah S.A.W. dan Abu Bakar R.A.?"

Lalu pergilah Abdullah ibn Umar R.A., dia mengetuk pintunya dan masuk ke rumah Aisyah R.A. Ternyata Aisyah R.A. sedang menangis, dan dia memberikan salam padanya kemudian bertanya pada Aisyah "Umar meminta untuk dikuburkan di samping Rasulullah S.A.W. dan Abu Bakar R.A., apakah kau mengizinkannya?"

Aisyah R.A. berkata "Aku sudah memesan tempat itu untuk diriku, karena Rasulullah adalah suamiku dan Abu Bakar adalah ayahku, tapi aku akan memberikannya kepada Umar."

Dan riwayatnya menyebutkan ketika Abdullah datang, Umar sedang berbaring dan dia berkata "Dudukkan aku." Kemudian mereka mendudukkannya, lalu Abdullah memasuki ruangan dan berkata "Wahai ayahku, keinginanmu dikabulkan."

Umar R.A. berkata "Aku tidak punya keinginan apapun melebihi itu. Ketika aku meninggal dan kau membawaku untuk dikuburkan, tanyakan kepada Aisyah R.A. lagi, mungkin karena statusku dia merasa keberatan untuk memberikanku tempat itu. Tanyakan dia lagi, dan jika dia setuju, maka kuburkan aku disana, kalau tidak, maka kuburkan aku di pemakaman umat Muslim."
Beberapa hari setelah peristiwa penikanman, Umar bin Khatab menghembuskan nafas terakhirnya dan menyisakan duka mendelam dikalangan umat islam. Seandainya lematian Umar bin khatab tidak melalui proses  yang sangat keji dan tragis, mungkin kesedihan tidak akan beerlarut larut dan dendam tidak akan bersarang di dalam dada para keluarga.

Bagai manapun kondisi islam sepeninggalan Umar  saat itu, dapat dikatakan bahwa islam telah mencapai kegemilangan dan ini tidak dapat dilepaskan dari peran uamar bin khatab. Inilah salah satu masterpiece Umar bin Khatabyang berhasil ditorehkan semasa hidupnya.

Dan Umar R.A. meninggal dan dikuburkan di samping Abu Bakar R.A. dan Rasulullah S.A.W.
(Sumber: http://www.lampuislam.blogspot.com)

[ds]

Umar bin Khattab RA (Bagian 3)


 

Umar bin Khattab menghukum anaknya sendiri hingga mati

Sebagai seorang Khalifah, Umar bin Khattab terkenal sangat tegas dan tidak memberikan toleransi terhadap segala bentuk pelanggaran. Dia menghukum semua pelaku pelanggaran tanpa pandang bulu, termasuk putranya sendiri, Abdurrahman.

Abdurrahman merupakan salah satu putra Umar yang tinggal di Mesir. Dia telah melakukan pelanggaran dengan meminum khamr bersama dengan temannya hingga mabuk.

Abdurrahman kemudian menghadap ke Gubernur Mesir waktu itu, Amr bin Ash, meminta agar dihukum atas perbuatan yang telah dilakukannya. Amr bin Ash pun menghukum Abdurahman dan temannya dengan hukuman cambuk.

Tetapi, Amr bin Ash ternyata memberikan perlakuan yang berbeda. Jika teman Abdurrahman dihukum di hadapan umum, maka si putra Khalifah ini dihukum di ruang tengah rumahnya.

Umar bin Khattab pun mendengar kabar itu. Dia kemudian mengirim surat kepada Amr bin Ash agar memerintahkan Abdurrahman kembali ke Madinah dengan membungkuk, dengan maksud agar si anak dapat merasakan bagaimana menempuh perjalanan dengan kondisi yang sulit.

Amr bin Ash kemudian melaksanakan isi surat itu dan mengirim kembali surat balasan yang berisi permohonan maaf karena telah menghukum Abdurrahman tidak di hadapan umum. Umar tidak mau menerima cara itu.

Mendapat perintah itu, Abdurrahman kemudian kembali ke Madinah sesuai perintah, yaitu dengan berjalan membungkuk. Dia begitu kelelahan ketika sampai di Madinah.

Tanpa memperhatikan kondisi putranya, Umar bin Khattab langsung menyuruh algojo untuk melaksanakan hukuman cambuk kepada putranya. Seorang sahabat sepuh, Abdurrahman bin Auf pun mengingatkan agar Umar tak melakukan hal itu.

"Wahai Amirul Mukminin, Abdurrahman telah menjalani hukumannya di Mesir. Apakah perlu diulangi lagi?" kata Abdurrahman bin Auf.

Umar pun tidak mau menghiraukan perkataan Abdurrahman bin Auf. Dia meminta Algojo segera melaksanakan penghukuman itu.

Kemudian, Umar mengingatkan kepada seluruh kaum muslim akan hadis Rasulullah tentang kewajiban menegakkan hukum, "Sesungguhnya umat sebelum kamu telah dibinasakan oleh Allah karena apabila di antara mereka ada orang besar bersalah, dibiarkannya, tetapi jika orang kecil yang bersalah, dia dijatuhi hukuman seberat-beratnya."

Abdurrahman lalu dicambuk berkali-kali di hadapan Umar. Dia pun meronta-ronta meminta tolong agar ayahnya mengurangi hukuman itu, tetapi Umar sama sekali tidak menghiraukan.

Bahkan, teriakan Abdurrahman semakin menjadi, dan mengatakan, "Ayah membunuh saya." Sekali lagi, Umar tidak menghiraukan perkataan anaknya.

Hukuman itu terus dijalankan sampai Abdurrahman dalam kondisi sangat kritis. Melihat hal itu, Umar hanya berkata, "Jika kau bertemu Rasulullah SAW, beritahukan bahwa ayahmu melaksanakan hukuman."

Akhirnya, Abdurrahman pun meninggal dalam hukuman. Umar sama sekali tidak menunjukkan kesedihan.

Usai hukuman terhadap Abdurrahman dijalankan, Umar melakukan pelacakan terhadap siapa saja penyebar khamr. Tidak hanya peminum, bahkan sampai penjual khamr pun mendapat hukuman yang berat.
(Disarikan dari buku 'Kisah Keadilan Para Pemimpin Islam' Nasiruddin)

[ds]

Umar bin Khattab RA (Bagian 2)

Pembebasan Jerusalem di Masa Umar bin Khattab


Jerusalem adalah kota suci bagi tiga agama besar di dunia –Islam, Yahudi, dan Kristen-. Karena latar belakang sejrah yang panjang, ratusan atau mungkin ribuan tahun, kota ini memiliki beberapa nama Jerusalem, al-Quds, Yerushaláyim, Aelia (Umar bin Khattba menyebut dengan nama ini dalam surat perjanjiannya), dll. semua nama tersebut mencirikan karakter dan warisan yang beragam. Kota ini juga merupakan tempat tinggal beberapa nabi, seperti: dari Nabi Sulaiman dan Nabi Daud hingga Nabi Isa ‘alahimussalam.
Jerusalem
Di masa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau pun pernah menginjakkan kaki di tanah para nabi ini. Dalam suatu perjalanan dari Mekah menuju Jerusalem, kemudian dari Jerusalem menuju Sidratul Muntaha, perjalanan ini kita kenal dengan peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Jerusalem tidak pernah menjadi bagian dari negeri Islam di masa hidup Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, negeri penuh berkah tersebut baru masuk menjadi wilayah Islam pada masa Umar bin Khattab.
Perjalalan Menuju Suriah
Kekaisarabn Bizantium membuat sebuah relasi yang jelas dengan umat Islam di masa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka tidak menginginkan agama yang baru saja berkembang di Selatan kekaisaran mereka ini masuk dan berkembang di teritorial Bizantium. Ketegangan dimulai pada Oktober 630 M, ketika Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memimpin 30.000 pasukannya menuju Tabuk, daerah perbatasan Kekaisaran Bizantium. Walaupun kontak fisik gagal terjadi, namun ekspedisi Rasulullah untuk menyambut serangan Bizantium di Tabuk menunjukkan era baru hubungan Madinah dan Bizantium.
Pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq (632-634 M), tidak terjadi kontak dengan wilayah kekuasaan Bizantium. Barulah pada masa Umar bin Khattab, Madinah mulai serius mengekspansi ke wilayah Utara menuju area kekuasaan Bizantium. Umar mengirim pasukan yang terdiri dari jawara-jawara Arab seperti Khalid bin Walid dan Amr bin Ash menuju Kekaisaran Romawi Timur ini. Perang ini dikenal dengan perang Yarmuk, perang yang terjadi tahun 636 M. Perang ini merupakan pukulan telak bagi Bizantium, sejumlah kota di Suriah berhasil jatuh ke tangan umat Islam, termasuk kota utama Damaskus.
Kedatangan umat Islam ke daerah tersebut disambut dengan baik oleh penduduk lokal, baik Yahudi atau Kristen, termasuk aliran yang ortodok yang meyakini bahwa Yesus adalah Tuhan bukan hanya anak Tuhan. Mereka semua menyabut kehadiran dan era kepeminpinan Islam di wilayah mereka walaupun banyak perbedaan secara teologi.
Memasuki Jerusalem
Pada tahun 637 M, pasukan Islam sudah mendekati wilayah Jerusalem. Saat itu Jerusalem dibawah tanggung jawab Uskup Sophronius sebagai perwakilan Bizantium dan kepala gereja Kristen Jerusalem. Ketika pasukan Islam di bawah kepemimpinan Khalid bin Walid dan Amr bin Ash mengepung kota suci tersebut Sophronius tetap menolak untuk menyerahkan Jerusalem kepada umat Islam kecuali jika Khalifah Umar bin Khattab yang datang langsung menerima penyerahan darinya.
Masjid Umar bin Khattab yang saat ini terletak bersebrangan dengan Gereja Makam Suci
Masjid Umar bin Khattab yang saat ini terletak bersebrangan dengan Gereja Makam Suci
Mendengar kabar tersebut, Umar langsung berangkat dari Madinah menuju Jerusalem. Sang khalifah berangkat dengan hanya berkendara keledai dengan ditemani satu orang pengawal. Setibanya di Jerusalem, Umar disambut oleh Sophronius yang benar-benar merasa takjub dan kagum dengan sosok pemimpin muslim satu ini. Salah seorang yang paling berkuasa di muka bumi kala itu, hanya menyandang pakaian sederhana yang tidak jauh berbeda dengan pengawalnya.
Umar diajak mengelilingi Jerusalem, termasuk mengunjungi Gereja Makam Suci (menurut keyakinan Kristen, Nabi Isa dimakamkan di
gereja ini). Ketika waktu shalat tiba, Sophronius mempersilahkan Umar untuk shalat di gereja namun Umar menolaknya. Umar khawatir kalau seandainya ia shalat di gereja tersebut, nanti umat Islam akan merubah gereja ini menjadi masjid dengan dalih Umar pernah shalat disitu sehingga menzalimi hak umat Nasrani. Umar shlat di luar gereja, lalu tempat Umar shalat itu dibangun Masjid Umar bin Khattab.
Perjanjian Umar bin Khattab
Sebagaimana kebiasaan umat Islam ketika menaklukkan suatu daerah, mereka membuat perjanjian tertulis dengan penduduk setempat yang mengatur hak dan kewajiban antara umat Islam Jerusalem dan penduduk non-Islam. Perjanjian ini ditandatangani oleh Umar bin Khattab, Uskup Sophronius, dan beberapa panglima perang Islam. Teks perjanjian tersebut adalah sebagai berikut:
Bismillahirrahmanirrahim.
Ini adalah jaminan keamanan dari hamba Allah, Umar, amirul mukminin, kepada penduduk Jerusalem. Umar memberikan jaminan terhadap jiwa mereka, harta, gereja-gereja, salib-salib, orang-orang yang lemah, dan mereka tidak dipakasa meninggalkan agama mereka. Tidak ada seorang pun diantara mereka yang merasa terancam dan diusir dari Jerusalem. Dan orang-orang Yahudi tidak akan tinggal bersama mereka di Jerusalem. (Ini adalah permintaan penduduk Jerusalem, karena penduduk Jerusalem sangat membenci orang-orang Yahudi. Orang-orang Yahudi membunuhi tawanan Nasrani di wilayah Persia. Sampai ada riwayat yang menyebutkan, Umar menjamin tidak ada Yahudi yang lewat dan bermalam di Jerusalem).
Penduduk Jerusalem diwajibkan membayar pajak sebagaimana penduduk kota-kota lainnya, mereka juga harus mengeluarkan orang-orang Bizantium, dan para perampok. Orang-orang Jerusalem yang tetap ingin tinggal di wilayah Bizantium, mereka boleh membawa barang-barang dan salib-salib mereka. Mereka dijamin aman sampai mereka tiba di wilayah Bizantium. Setelah itu mereka pun masih diperbolehkan kembali lagi ke Jerusalem jika ingin berkumpul dengan keluarga mereka, namun mereka wajib membayar pajak sebagaimana penduduk lainnya.
Apabila mereka membayar pajak sesuai dengan kewajiban, maka persyaratan yang tercantum dalam surat ini adalah di bawah perjanjian Allah, Rasul-Nya, Khalifah, dan umat Islam. (Tarikh at-Thabari).
Pada waktu itu, apa yang dilakukan Umar bin Khattab adalah langkah yang benar-benar maju dalam masalah pakta (perjanjian). Sebagai perbandingan, 23 tahun sebelum Jerusalem ditaklukkan umat Islam, wilayah Bizantium ini pernah ditaklukkan oleh Persia saat itu Persia memerintahkan melakukan pembantaian terhadap masayarakat sipil Jerusalem. Kejadian serupa terjadi ketika Jerusalem yang dikuasai umat Islam ditaklukkan pasukan salib pada tahun 1099 M.
Perjanjian yang dilakukan oleh Umar membebaskan penduduk Jerusalem beribadah sesuai dengan keyakinan mereka adalah pakta pertama dan sangat berpengaruh dalam hal menjamin kebebasan melaksanakan ibadah sesuai keyakinan. Meskipun ada klausul dalam perjanjian yang mengusir Yahudi dari Jerusalem, klausul ini masih diperdebatkan (keshahihannya). Karena salah seorang pemandu Umar di Jerusalem adalah seorang Yahudi yang bernama Kaab al-Ahbar, Umar juga mengizinkan orang-orang Yahudi untuk beribadah di reruntuhan Kuil Sulaiman dan Tembok Ratapan, padahal sebelumnya Bizantium melarang orang-orang Yahudi melakukan ritual tersebut. Oleh karena itulah, klausul yang melarang orang Yahudi ini masih diperdebatkan.
Perjanjian tersebut menjadi acuan dalam hubungan umat Islam dan Kristren di seluruh bekas wilayah Bizantium. Orang-orang Kristen di wilayah Bizantium akan dilindungi hak-hak mereka dalam segala kondisi dan orang-orang yang memaksa mereka untuk mengubah keyakinan menjadi Islam atau selainnya akan dikenakan sangsi.
Menata Kembali Jerusalem
Setelah Jerusalem dikuasai oleh umat Islam, Khalifah Umar bin Khattab segera menata kembali kota suci ini dan menjadikannya kota penting bagi umat Islam. Umar memerintahkan agar area Kuil Sulaiman –area tempat Nabi berangkat menuju sidratul muntaha- dibersihkan dari sampah-sampah yang dibuang orang-orang Kristen untuk menghina orang Yahudi. Bersama para tentaranya dan dibantu beberapa orang Yahudi, Umar membersihkan wilayah tersebut kemudian merenovasi komplek Masjid al-Aqsha.al haram al sharif of jerusalem
Selanjutnya, di masa pemerintahan Umar dan masa kekhalifahan Bani Umayyah Jerusalem menjadi kota pusat ziarah keagamaan dan perdagangan. Pada tahun 691 M, Dome of Rock (Qubatu Shakhrah) dibangun di komplek tersebut untuk melengkapi pembangunan al-haram asy-syarif. Lalu menyusul dibangun masjid-masjid lainnya dan institusi-instusi publik di penjuru kota suci ini.
Penaklukkan Jerusalem pada masa pemerintahan Umar bin Khattab di tahun 637 M benar-benar peristiwa yang sangat penting dalam sejarah Islam. Selama 462 tahun ke depan wilayah ini terus menjadi daerah kekuasaan Islam dengan jaminan keamanan memeluk agama dan perlindungan terhadap kelompok minoritas berdasarkan pakta yang dibuat Umar ketika menaklukkan kota tersebut. Bahkan pada tahun 2012, ketika konflik Palestina kian memuncak, banyak umat Islam, Yahudi, dan Kristen menuntut diberlakukannya kembali pakta tersebut dan membuat poin-poin perdamaian yang merujuk pada pakta itu untuk sebagai solusi konflik antara umat bergama di sana.
(Sumber: Kisahmuslim.com)[ds]

Umar bin Khattab RA (Bagian 1)

Kisah Masuk Islam Umar bin Khattab RA

 
Umar bin Khattab ra terkenal sebagai orang yang berwatak keras dan bertubuh tegap. Sering kali pada awalnya (sebelum masuk Islam) kaum muslimin mendapatkan perlakukan kasar darinya. Sebenarnya di dalam hati Umar sering berkecamuk perasaan-perasaan yang berlawanan, antara pengagungannya terhadap ajaran nenek moyang, kesenangan terhadap hiburan dan mabuk-mabukan dengan kekagumannya terhadap ketabahan kaum muslimin serta bisikan hatinya bahwa boleh jadi apa yang dibawa oleh Islam itu lebih mulia dan lebih baik.

Sampailah kemudian suatu hari, beliau berjalan dengan pedang terhunus untuk segera menghabisi Rasulullah SAW. Namun di tengah jalan, beliau dihadang oleh Abdullah an-Nahham al-‘Adawi seraya bertanya:
“Hendak kemana engkau ya Umar ?”,
“Aku hendak membunuh Muhammad”, jawabnya.
“Apakah engkau akan aman dari Bani Hasyim dan Bani Zuhroh jika engkau membunuh Muhammad ?”,
“Jangan-jangan engkau sudah murtad dan meninggalkan agama asal-mu?”. Tanya Umar.
“Maukah engkau ku tunjukkan yang lebih mengagetkan dari itu wahai Umar, sesungguhnya saudara perempuanmu dan iparmu telah murtad dan telah meninggalkan agamamu”, kata Abdullah.
Setelah mendengar hal tersebut, Umar langsung menuju ke rumah adiknya. Saat itu di dalam rumah tersebut terdapat Khabbab bin Art yang sedang mengajarkan al-Quran kepada keduanya (Fatimah, saudara perempuan Umar dan suaminya). Namun ketika Khabbab merasakan kedatangan Umar, dia segera bersembunyi di balik rumah. Sementara Fatimah, segera menutupi lembaran al-Quran.
Sebelum masuk rumah, rupanya Umar telah mendengar bacaan Khabbab, lalu dia bertanya :
“Suara apakah yang tadi saya dengar dari kalian?”,
“Tidak ada suara apa-apa kecuali obrolan kami berdua saja”, jawab mereka
“Pasti kalian telah murtad”, kata Umar dengan geram
“Wahai Umar, bagaimana pendapatmu jika kebenaran bukan berada pada agamamu ?”, jawab ipar Umar.
Mendengar jawaban tersebut, Umar langsung menendangnya dengan keras hingga jatuh dan berdarah. Fatimah segera memba-ngunkan suaminya yang berlumuran darah, namun Fatimah pun ditampar dengan keras hingga wajahnya berdarah, maka berkata-lah Fatimah kepada Umar dengan penuh amarah:
“Wahai Umar, jika kebenaran bukan terdapat pada agamamu, maka aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah Rasulullah”
Melihat keadaan saudara perempuannya dalam keadaan ber-darah, timbul penyesalan dan rasa malu di hati Umar. Lalu dia meminta lembaran al-Quran tersebut. Namun Fatimah menolaknya seraya mengatakan bahwa Umar najis, dan al-Quran tidak boleh disentuh kecuali oleh orang-orang yang telah bersuci. Fatimah memerintahkan Umar untuk mandi jika ingin menyentuh mushaf tersebut dan Umar pun menurutinya.
Setelah mandi, Umar membaca lembaran tersebut, lalu membaca : Bismillahirrahmanirrahim. Kemudian dia berkomentar: “Ini adalah nama-nama yang indah nan suci”
Kemudian beliau terus membaca :
طه
Hingga ayat :
إنني أنا الله لا إله إلا أنا فاعبدني وأقم الصلاة لذكري
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”
(QS. Thaha : 14)
Beliau berkata :
“Betapa indah dan mulianya ucapan ini. Tunjukkan padaku di mana Muhammad”.
Mendengar ucapan tersebut, Khabab bin Art keluar dari balik rumah, seraya berkata: “Bergembiralah wahai Umar, saya berharap bahwa doa Rasulullah SAW pada malam Kamis lalu adalah untukmu, beliau SAW berdoa :
“Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah seorang dari dua orang yang lebih Engkau cintai; Umar bin Khattab atau Abu Jahal bin Hisyam”. Rasulullah SAW sekarang berada di sebuah rumah di kaki bukit Shafa”.
Umar bergegas menuju rumah tersebut seraya membawa pedangnya. Tiba di sana dia mengetuk pintu. Seseorang yang ber-ada di dalamnya, berupaya mengintipnya lewat celah pintu, dilihatnya Umar bin Khattab datang dengan garang bersama pedangnya. Segera dia beritahu Rasulullah SAW, dan merekapun berkumpul. Hamzah bertanya:
“Ada apa ?”.
“Umar” Jawab mereka.
“Umar ?!, bukakan pintu untuknya, jika dia datang membawa kebaikan, kita sambut. Tapi jika dia datang membawa keburukan, kita bunuh dia dengan pedangnya sendiri”.
Rasulullah SAW memberi isyarat agar Hamzah menemui Umar. Lalu Hamzah segera menemui Umar, dan membawanya menemui Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah SAW memegang baju dan gagang pedangnya, lalu ditariknya dengan keras, seraya berkata :
“Engkau wahai Umar, akankah engkau terus begini hingga kehinaan dan adzab Allah diturunakan kepadamu sebagaimana yang dialami oleh Walid bin Mughirah ?, Ya Allah inilah Umar bin Khattab, Ya Allah, kokohkanlah Islam dengan Umar bin Khattab”.
Maka berkatalah Umar :
“Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang disembah selain Allah, dan Engkau adalah Rasulullah .
Kesaksian Umar tersebut disambut gema takbir oleh orang-orang yang berada di dalam rumah saat itu, hingga suaranya terdengar ke Masjidil-Haram.
Masuk Islamnya Umar menimbulkan kegemparan di kalangan orang-orang musyrik, sebaliknya disambut suka cita oleh kaum muslimin.
(Sumber: http://windyhm.wordpress.com)

[ds]

Islam Sebagai Ideologi


Posted by: Dede Sudiana
 
Kita selama ini mungkin hanya mengenal Islam adalah sebuah agama yg identik dengan hal-hal ritual semata. Padahal selain agama, Islam juga merupakan ideologi, yaitu sebuah cara pandang hidup sesuai fitrah dan akal yg memancarkan aturan yg lengkap dan paripurna. Hal ini bisa kita pahami, karena Rasulullah Muhammad Saw diutus tidak hanya menyampaikan Islam sebagai sebuah agama dengan konsep ketauhidan dan teknis ibadah ritual semata, tapi di samping itu Rasul Saw juga mewariskan sebuah sistem kehidupan dari mulai hal terkecil hingga hal terbesar dalam kehidupan, dari mulai buang air kecil hingga urusan negara sekalipun, telah dicontohkan dengan sempurna oleh Rasulullah Saw. 
Untuk menjamin kehidupannya manusia membutuhkan ikatan-ikatan tertentu dengan pihak lain. Ikatan yang dipergunakan oleh manusia ketika berhubungan dengan manusia lainnya berbeda-beda. Adakalanya ikatan itu mutunya rendah (semu) dan adakalanya ikatan itu mutunya tinggi (permanen).
Ikatan nasionalisme adalah ikatan yang mutunya rendah. Ikatan ini tumbuh di tengah-tengah masyarakat yang pola pikirnya mulai merosot. Yaitu pada saat manusia beranggapan bahwa pengabdian tertinggi adalah pengabdian pada bangsa dan negara. Ikatan ini akan menjadi kuat manakala ada ancaman dari pihak asing yang hendak menyerang dan menaklukan suatu negeri. Akan tetapi manakala pihak asing dapat dilawan dan diusir, maka sirnalah kekuatannya. Ikatan ini banyak dijumpai pada dunia binatang serta burung-burung. Oleh karena itu ikatan ini rendah nilainya.
Ikatan lain yang juga rendah nilainya adalah ikatan kesukuan. Ikatan ini tumbuh di tengah-tengah masyarakat pada saat pemikirannya mulai sempit. Ikatan ini mirip ikatan kekeluargaan, hanya sedikit lebih luas. Ikatan ini muncul secara spontan dari naluri mempertahankan diri yang didalamnya terdapat keinginan dan ambisi untuk berkuasa. Sehingga suku yang satu berusaha menundukkan suku yang lain dalam masalah kepemimpinan. Keadaan ini menimbulkan rasa fanatisme golongan (ta’ashub) dalam diri anggota ikatan ini. Mereka dikuasai hawa nafsu dalam usahanya membela anggota mereka terhadap anggota suku lain. Dengan demikian ikatan ini senantiasa menimbulkan pertentangan antar sesama manusia dalam merebut kekuasaan.
Ikatan ketiga yang juga terdapat di tengah-tengah manusia adalah ikatan kemaslahatan. Ikatan ini bersifat temporal (sementara). Hal ini disebabkan adanya peluang tawar menawar dalam mewujudkan mashlahat mana yang lebih besar. Sehingga eksistensinya akan hilang begitu satu mashlahat dipilih atau didahulukan dari mashlahat lain. Dengan demikian ikatan ini amat berbahaya bagi pengikutnya.
Ikatan keempat adalah ikatan kerohanian yang tidak memiliki aturan. Ikatan ini tidak tampak pada arena kehidupan sebab hanya terbatas pada aspek rohani semata yang tidak ada hubungannya dengan kehidupan sehari-hari. Dengan demikian ikatan ini tidak layak menjadi pengikat diantara sesama manusia.
Keempat jenis ikatan di atas merupakan jenis-jenis ikatan yang bersifat sementara dan rendah mutunya. Sedangkan ikatan yang bersifat permanen serta tinggi mutunya adalah ikatan yang dibangun berdasarkan Ideologi (mabda’) Ikatan inilah merupakan ikatan yang benar dan layak untuk mengikat manusia menuju kebangkitan.

Mabda’ (Ideologi)
Mabda’ adalah suatu aqidah aqliyah yang melahirkan peraturan. Sedangkan yang dimaksud dengan aqidah aqliyah adalah keyakinan yang diambil dengan cara berfikir menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan hidup, serta tentang apa yang ada sebelum dan setelah kehidupan dunia, disamping hubungannya dengan Dzat yang ada sebelum dan sesudah kehidupan dunia ini.
Aqidah aqliyah akan melahirkan peraturan. Peraturan yang lahir merupakan pemecahan terhadap berbagai problematika hidup manusia. Hanya saja agar problematika yang muncul dapat dipecahkan dengan aturan tersebut, maka diperlukan:
1.   Penjelasan bagaimana cara pelaksanaan pemecahannya
2.   Pemeliharaan aqidah
3.   Penyebarluasan mabda’.
Penjelasan tentang tata cara pelaksanaan pemecahan masalah hidup, pemeliharaan aqidah dan penyebarluasan mabda’ inilah yang dinamakan thariqoh. Adapun aqidah dan pemecahan masalah hidup dinamakan fikroh. Dengan demikian suatu ajaran dikategorikan mabda’ apabila ajaran tersebut mencakup dua aspek yaitu fikroh dan thoriqoh.

Standar Kebenaran Mabda’
Mabda’ haruslah terdapat dari benak seseorang tanpa memandang apakah mabda’ tersebut wahyu Allah yang diperintahkan untuk mendakwahkannya atau berasal dari kejeniusan seseorang. Hanya saja mabda’ yang tumbuh di benak manusia, melalui wahyu Allah adalah mabda’ yang benar, karena bersumber dari pencipta alam, manusia, dan kehidupan yaitu Allah SWT. Sedangkan mabda’ yang bersumber dari akal manusia adalah mabda’ yang batil. Sebab akal manusia terbatas dan tidak mampu menjangkau segala sesuatu yang nyata.
Islam adalah mabda’ yang benar karena bersumber dari Al-Kholiq. Sedangkan mabda’ lain seperti Kapitalisme dan Sosialisme adalah mabda’ yang rusak (salah) karena bersumber pada akal semata, walaupun kedua mabda tersebut memiliki fikroh dan thoriqoh yang khas.
Kesalahan dari ideologi Kapitalisme adalah karena aqidahnya sekularisme yaitu pemisahan antara agama dengan kehidupan. Mereka berpendapat agama tidak boleh campur tangan dalam masalah kehidupan dan bahwa manusia sendiri yang berhak membuat peraturan hidupnya. Ideologi ini mengagung-agungkan kebebasan. Dari kebebasan inilah muncul berbagai faham dan aturan seperti faham demokrasi, liberalisme, hak asasi, serta imperialisme di berbagai bidang.
Sedangkan ideologi Sosialisme, termasuk juga Komunisme, keduanya memandang bahwa alam semesta, manusia, dan hidup merupakan materi belaka, dan bahwa segala sesuatu berasal dari materi yang berkembang. Mereka memandang bahwa materilah yang tak berawal dan tak berakhir dan tidak ada yang mengadakannya. Penganut ideologi ini mengingkari adanya Dzat Yang Maha Pencipta dan meyakini bahwa alam semesta ini abadi, tidak diciptakan dan tidak pula dapat dimusnahkan. Dari aqidah ini muncullah peraturan-peraturan Komunisme dan Sosialisme di berbagai bidang.

Islam sebagai Ideologi
Islam memandang bahwa di balik alam semesta, manusia, dan hidup terdapat Al-Kholiq yang menciptakan segala seuatu, yaitu Allah SWT. Asas Ideologi Islam adalah keyakinan terhadap adanya Allah SWT. Aqidah ini memiliki aspek rohani, yaitu keyakinan bahwa manusia, hidup dan alam semesta diciptakan oleh Al-Kholiq. Dari sini diketahui adanya hubungan antara manusia sebagia makhluk dan Allah sebagai pencipta. Jadi dalam pandangan Islam ruh (spirit) yang mendorong manusia untuk beramal adalah kesadaran manusia akan hubungan dirinya dengan Allah SWT.
Iman kepada Allah SWT harus disertai dengan iman kepada peraturan-peraturan yang dibawa oleh Nabi Muhammad berupa Al-Qur’an dan As-Sunnah. Konsekuensinya adalah manusia terikat dengan seluruh perintah dan larangan Allah SWT tatkala hidup di dunia ini dan terikat pula dengan pertanggungjawaban atas kepatuhannya memenuhi semua perintah dan menjauhi larangan-Nya di akhirat nanti. Oleh karena itu, seorang muslim harus selalu terikat dengan Islam pada segala aspek kehidupannya dan tidak memiliki kebebasan mutlak.
Dari aqidah Islam muncul peraturan-peraturan Islam secara sempurna. Kesempurnaannya tampak dari cakupan aturan yang mengatur seluruh perkara manusia. Firman Allah surat An-Nahl ayat 89:
 
   وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ


dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.

Surat Al-Maidah ayat 3:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
 pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu.
                                                                           
Dari kedua ayat tersebut jelaslah bahwa syari’at Islam mengandung peraturan yang mengatur hubungan manusia baik hubungan dengan Allah SWT yaitu masalah ibadah dan aqidah, hubungan manusia dengan manusia yang lain seperti masalah muamalah, siyasiyah, uqubah, pendidikan, sosial, dan dakwah, atau hubungan manusia dengan dirinya sendiri seperti masalah pakaian, makanan, minuman dan akhlak.
Seluruh syari’at Islam ini bila diterapkan akan menjamin tujuan-tujuan mulia terhadap manusia, seperti :
-     Melestarikan eksistensi manusia
-     Menjaga akal
-     Menjaga kehormatan
-     Menjaga jiwa
-     Menjaga kepemilikan individu
-     Menjaga agama
-     Menjaga keamanan
-     Menjaga negara.

Dengan demikian, murtadnya seorang muslim merupakan tindak pidana besar sehingga pantas mendapatkan hukuman bunuh apabila tidak segera kembali bertaubat kepada Islam. Demikian pula perbuatan zina dipandang sebagai tindak kriminal yang pelakunya harus dihukum tanpa perasaan belas kasihan, bahkan hukuman itu diumumkan kepada khalayak sebagaimana firman Allah Surat An-Nur ayat 2:

الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ

Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. 



Begitu pula halnya dengan peminum khomer yang merupakan tindak kriminal, pelakunya pantas dihukum cambuk, penganiayaan terhadap orang lain termasuk tindak pidana yang pelakunya akan mendapat hukuman. Demikian pula mencuri dianggap tindak kriminal yang para pelakunya dikenakan hukuman. Semua hal itu dilakukan dalam rangka menjaga nilai-nilai yang mulia di tengah masyarakat.

Hanya saja, untuk merealisasikan nilai-nilai tersebut dibutuhkan negara yang berkewajiban melindungi masyarakat, sebab dalam pandangan Islam negaralah satu-satunya lembaga yang berwenang melaksanakan hukuman tersebut.

Hadits Abu Hurairah ra. : Nabi saw bersabda: ‘Sesungguhnya seorang imam (Pemimpin) itu merupakan pelindung. Dia bersama pengikutnya memerangi orang kafir dan orang zalim serta memberi perlindungan kepada orang-orang Islam. Sekiranya dia menyuruh supaya bertaqwa kepada Alah dan berlaku adil maka dia akan mendapat pahala, akan tetapi sekiranya dari yang demikian itu, pasti dia akan menerima akibatnya.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Islam sebagai Ideologi yang jelas adanya dan menuntut kaum muslim untuk memperjuangkan dan menegakkannya. (ds)